Advertise

Sunday, April 8, 2012

Pemasaran Kaizen ala Jepang

Gaya pemasaran ala Jepang sudah mengalami proses perubahan, sejalan dengan konsep kaizen mereka yang selalu melakukan perbaikan. Dulu mereka fokus pada me-too product. Saat ini keunggulan mereka tidak hanya pada teknologi, tapi juga value terhadap konsumen. Tidak mengherankan, produk-produk mereka mempunyai resale value yang bisa dibilang tinggi.

Fokus perusahaan Jepang saat dekade tahun 1955 - 1965 adalah pengembangan produk yang dikendalikan perkembangan teknologi. Perhatian utamanya pada waktu itu terfokus pada ekspansi bagian R&D (riset dan pengembangan) untuk mengejar teknologi Barat yang saat itu memimpin 5-8 tahun lebih maju. Banyak sekali perusahaan Jepang pada waktu itu mengirimkan tim investigasi ke pasar Amerika dan Eropa untuk melakukan duplikasi produk me-too. Mereka melakukan ini untuk memenuhi kebutuhan pasar di Indonesia, sekaligus mencuri pangsa pasar negara Barat. Jika posisi pemimpin pasar sudah diraih, maka perusahaan Jepang mampu memiliki keunggulan untuk bersaing di pasar beberapa tahun ke depan.

Selama periode itu, bidang pengembangan produk perusahaan Jepang hanya mengekor langkah-langkah yang dilakukan negara-negara Barat. Bahkan yang terjadi, perusahaan Jepang saat itu tidak melakukan studi maupun riset pengembangan produk khusus untuk pasar di Indonesia. Pada awal era ini, teori dan juga teknik marketing sebenarnya mulai diperkenalkan dan disosialisasikan pada perusahaan Jepang. Mereka mulai mempelajari dan juga mengadopsi teknik-teknik dan metode riset pemasaran, promosi penjualan, maupun perencanaan produk. Tapi, divisi pemasaran saat itu masih ditekankan pada aktivitas menjual (selling oriented). Intinya adalah pemasar harus bisa menjual produk yang telah dikembangkan oleh bagian riset di laboratorium dan produksi di pabrik.

Pada perkembangan setelah itu, perusahaan Jepang sudah mulai memperkenalkan dan menerapkan metode baru dalam melakukan riset pasar. Mereka mulai melakukan perencanaan maupun pengembangan produk, selain itu juga aktivitas promosi penjualan dengan benar. Banyak sekali perusahaan Jepang melakukan modernisasi dan juga perbaikan secara internal (continuous process improvement), namun yang terjadi saat itu aspek distribusi belum disentuh secara optimal.

Dekade tahun 1965-1975 adalah era “marketing gimmick”. Era ini terjadi pada masa pertumbuhan ekonomi yang telah tinggi, dimana terjadi demam pembelian (buying fever). Di Indonesia, produksi-produksi Jepang mulai menjejali pasar. Selain itu, terjadi perkembangan yang pesat di modern retail outlets, baik yang bersifat independent ataupun chain stores. Belanja konsumen dipengaruhi dengan kegiatan periklanan dan sales promotion, juga visual merchandising. Produk yang dipromosikan tadi bisa sangat populer dengan aktivitas TV commercial yang gencar.

Dalam persaingan, pada periode tersebut perusahaan Jepang berusaha dengan gigih untuk menjadi cost leader. Mereka fokus untuk menekan biaya tanpa mengurangi spesifikasi yang dibutuhkan oleh konsumen.

Lewat era tersebut, perusahaan Jepang semakin memperbaiki gaya pemasaran yang mereka gunakan. Perusahaan Jepang yang sekarang sudah menerapkan total marketing system. Produk perusahaan Jepang yang berhasil di pasar tidak lagi ditentukan oleh ide para insinyur ataupun dengan melakukan me-too products, atau juga strategi periklanan yang menarik. Tapi, lebih ditentukan oleh penampilan produk, keunggulan nilai produk (functional value & emotional value) yang dimilikinya, serta misi sosial (social mission) yang dijalankan perusahaan-perusahaan jepang.

Produk perusahaan Jepang yang diciptakan saat ini diperoleh dengan terus menggali pengetahuan konsumen lewat consumer insight. Mereka saat ini mempunyai keharusan untuk menciptakan produk yang memang bermanfaat bagi masyarakat. Selain itu, produk tersebut harus diciptakan dari teknologi kreatif dan kompetensi perusahaan. Tidak hanya itu, produk yang diciptakan juga harus mempunyai struktur biaya yang kompetitif, melalui tes konsumen pada setiap fase pengembangan produk, tentunya juga memiliki keunikan yang harus dikomunikasikan pada setiap tahap saluran distribusi.

Contohnya adalah Mobil Toyota Kijang. Inovasi berkelanjutan adalah pendorong utama Toyota Kijang menjadi market leader di pasar otomotif Indonesia. Inovasi ini ditunjang dengan desain dan teknologi. Selain itu, dalam aktivitas promosinya, Kijang selalu konsisten memosisikan diri sebagai family car. Keunggulan lain yang dimilikinya adalah faktor distribusi dan service yang prima. Tidak kalah pentingnya yaitu Toyota Kijang mempunyai nilai jual kembali (resale value) yang tinggi. Seperti yang kita ketahui, banyak juga perusahaan otomotif Jepang lainnya yang sukses, seperti Honda, Yamaha, Suzuki, Daihatsu yang mempunyai kemiripan dengan Toyota. Maklum, mereka menjalankan gaya pemasaran yang bisa dibilang mirip.

0 comments:

Post a Comment